Mufti Anam Minta Dividen Danantara Dikelola Secara Transparan dan Akuntabel
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri BUMN dan Kepala BPI Danantara di di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025). Foto : Aurel/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, mewanti-wanti BPI Danantara untuk tetap memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dividen. Hal ini disampaikan Mufti dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri BUMN dan Kepala BPI Danantara di di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Hal ini menjadi sorotan Mufti, mengingat BPI Dannatara kini telah mengemban tugas pengelolaan dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terlebih, pengelolaan ini tidak lagi masuk ke dalam kas negara melalui Kementerian Keuangan.
“Dividen dari BUMN adalah hak rakyat dan semestinya dicatat dalam APBN serta dibahas bersama DPR. Namun kenyataannya, dividen tersebut tidak lagi dikelola oleh Kementerian Keuangan melainkan langsung oleh Danantara,” ungkap Mufti dalam Raker tersebut.
Legislator Fraksi PDI-Perjuangan menilai kebijakan ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945 yang mengatur bahwa seluruh penerimaan negara harus masuk dalam APBN dan dibahas bersama DPR.
Disamping itu, Mufti juga menyoroti dampak hilangnya pemasukan negara akibat kebijakan ini. Ia menyebut, ketika negara kehilangan penerimaan dari dividen BUMN, Kementerian Keuangan terpaksa mencari sumber pendapatan lain, termasuk dengan memperluas basis pajak.
“Akibatnya, rakyat kecil yang jualan online di platform seperti Shopee dan TikTok mulai dipajaki. Ini ironi. Rakyat semakin tertekan sementara ada dana besar yang tidak jelas pertanggungjawabannya,” tutur anggota DPR dari dapil Jawa Timur II tersebut.
Terakhir, Mufti juga meminta agar tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara Kementerian BUMN, BPI, dan Danantara segera diperjelas untuk mencegah kebingungan serta potensi saling menyalahkan di kemudian hari.
“Kami mengingatkan agar sejarah tidak dilupakan. Jangan sampai ada kegagalan dalam pengelolaan ini yang nantinya menjadi noda dalam perjalanan keuangan negara,” pungkasnya. (ujm/aha)